Kamis, 27 September 2012

Tangisan Sepi

                Malam ini hujan turun deras, aku duduk termangu di depan jendela mengingat kejadian 5 tahun lalu. Bayangan seseorang mulai muncul di benakku. Seseorang yang pernah aku sayangi.
                Aku sudah mengenal dia sejak berumur 7 tahun. Nama anak itu Evan, kami melewati masa SD, SMP, SMA bersama. Awalnya aku berfikir ini semua hanya kebetulan, sampai aku mengetahui hal sebenarnya dari Evan. Masa SD kami habiskan seperti anak-anak lainnya, bermain, belajar bersama, dan saling bercanda. Karena kami apa itu cinta dan rasa suka. Di SD aku dan Evan selalu bersaing untuk mendapatkan peringkat pertama, tapi aku belum pernah berhasil mengalahkannya. Hal itu membuatku jengkel, bukan pada Evan tapi pada diriku sendiri.
                Setalh lulus dari SD aku baru tahu, bahwa kami masukdi SMP yang sama dan menjadi teman sekelas. Apakah itu takdir? Aku tidak tahu. Dua bulan kemudian kami mulai akrab dengan teman-teman sekelas. Terutama Evan, mungkin karena dia baik dan ramah. Dia juga lumayan populer dikalangan anak-anak perempuan. Hal itu membuat dadaku sesak dan marah. Aku benar-benar bingung dengan apa yang kurasakan. Kemudian tiba-tiba Evan menghilang selama seminggu karen sakit. Aku merasa sangat khawatir dengan keadaan Evan. Padahal biasanya aku tidak sekhawatir ini jika teman yang lain sakit.
                Seminggu kemudian, Evan kembali masuksekolah dan dia terlihat baik-baik saja. Hal itu mulai menghapuskan khekhawatiranku. Tiga tahun sekelas dengan Evan, aku belum pernah berhasil mengalahkannya  dalam meraih peringkat pertama. Selain itu aku juga mulai merasakan keanehan yang terjadi pada Evan. Dia sering sekali izin dan tidak masuk sekolah dalam waktu yang cukup lama. Setiap kali aku dan teman-teman lain bertanya, dia selalu gugup dan binging mencari alasan. Tapi aku b erharap dia akan baik-baik saja. Dan perasaan yang pernah aku rasakan semakin kuat. Aku merasa senang dan nyaman bila ada di dekatny. Aku rasa itu tidak wajar, sehingga aku buang jauh-jauh perasaan itu.
                Ujian telah selesai, saatnya berpisah dengan teman-teman dan guru yang aku sayangi. Dalam hati aku berharp bisa bertemu dengan Evan lagi. Aku berhasil masuk di SMA faforit di kotaku. Selain itu, aku satu sekolahdan satu kelas dengan Evan. Hatiku sungguh bahagia. Sebenarnya aku tidak heran Evan bisa masuk ke sekolah dan ke kelas unggulan ini. Dia kan salah satu murid berprestasi dna selalu bisa mengalahkanku. Teman-teman di kelasku sungguh abaik, terutama Evan. Mungkin karena kami kenal cukup lama, sehingga Evan begitu baik padaku.setahun sekolah di siniEvan masih menunjukkan keanehan seperti di SMP. Karena khawatir dan penasaran ketika lagi-lagi Evan tidak masuk sekolah. Setelah pelajaran usai aku segera menuji rumah Evan. Sesampainay disana, pembantu Evan membukakan pintu untukku. Pembantu Evan bilang bahwa Evan dan mamanya sekarang ada di rumah sakit. Karena khawatir, aku meminta izin untuk menunggu hingga Evan datang. Ketika Evan datang bersma mamanya, sepertinya dia terkajut melihatku ada di rumahnya. Aku akn memperkenalkan diri kepada mama Evan, ketika tiba-tiba mama Evan berkata “jadi ini yang namanya Lily?”. Aku bingung, tapi Evan mengangguk dan mengajakku menuju taman di samping rumahnya. Aku diam saja, karena aku yakin Evan akan menjelaskan semuanya. Kemudian dia muali bercerita bahwa dia sebenarnya memiliki penyakit jangtung sejak kecil. Sehingga dia harus chek up ke rumah sakit dan mengkonsumsi banyak obat. Aku menangis mendengar hal itu, aku tidak menyangka ternyata Evan begitu menderita. Tapi Evan hanya tersenyum dan berkata padaku jangan khawatir. Sejak saat itu aku semakin dekat dengan Evan. Aku menemaninya chek up ke dokter dan mengingatkan dia untuk meminum obatnya.
                Malam ini adalah hari ulang tahun Evan. Aku sudah menyiapkan kue ulang tahun untuknya. Sesampainya di rumah Evan, mama Evan menyambutku dengan hangat dan menyuruhku menunggu di ruang tamu. Evan bertanya “Sedang apa kamu di sini?”. Kemudian, tanpa berkata apa-apa aku mengajaknya ke taman di samping rumahanya. Saat aku membuka kotak kue yang kubawa dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun, Evan terlihat senang dan terharu. Kemudian kami memakan kue itu berdua, dan Evan bilang kue buatanku enak. Saat kulihat wajah Evan agak pucat, akau segera mengajak dia masuk ke rumah. Manun tiba-tiba Evan pingsan, sehingga aku dan keluarga Evan segera membawanya ke Rumah Skit. Kata dokter keadaan Evan sudah sangat parh. Dia harus mendapatkan trasplantasi jantuk secepatnya. Jika tidak, maka nyawa Evan sudah tidak bisa tertolong lagi. Aku menangis mendengar hal  itu, malam ini aku duduk di samping ranjang Evan untuk menjaganya bergantian dengan orangtua Evan. Tepat tengah malam, akau meraskan tangan Evan bergerak. Evan melihat kepadaku dan tersenyum. Dia mengatakan sesuatau yang selalu aku rasakan juga padanya. Dia berkata dia mencintaiku, kemudian dia menyuruhku mengambil kotak merah di dalam  tasnya. Saat kubuka, ternyata didalamnya terdapat kalung yang liontinnya berukirkan namaku. Evan bangun dan memakaikan kalung itu padaku. Air mataku tak bisa berhenti, ketika tiba-tiba Evan ambruk. Itulah saat terakhir aku melihat dia membuka matanya.

Oleh : Die..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar