Malam ini
hujan turun deras, aku duduk termangu di depan jendela mengingat kejadian 5
tahun lalu. Bayangan seseorang mulai muncul di benakku. Seseorang yang pernah
aku sayangi.
Aku sudah
mengenal dia sejak berumur 7 tahun. Nama anak itu Evan, kami melewati masa SD,
SMP, SMA bersama. Awalnya aku berfikir ini semua hanya kebetulan, sampai aku
mengetahui hal sebenarnya dari Evan. Masa SD kami habiskan seperti anak-anak
lainnya, bermain, belajar bersama, dan saling bercanda. Karena kami apa itu
cinta dan rasa suka. Di SD aku dan Evan selalu bersaing untuk mendapatkan
peringkat pertama, tapi aku belum pernah berhasil mengalahkannya. Hal itu
membuatku jengkel, bukan pada Evan tapi pada diriku sendiri.
Setalh lulus
dari SD aku baru tahu, bahwa kami masukdi SMP yang sama dan menjadi teman
sekelas. Apakah itu takdir? Aku tidak tahu. Dua bulan kemudian kami mulai akrab
dengan teman-teman sekelas. Terutama Evan, mungkin karena dia baik dan ramah. Dia
juga lumayan populer dikalangan anak-anak perempuan. Hal itu membuat dadaku
sesak dan marah. Aku benar-benar bingung dengan apa yang kurasakan. Kemudian tiba-tiba
Evan menghilang selama seminggu karen sakit. Aku merasa sangat khawatir dengan
keadaan Evan. Padahal biasanya aku tidak sekhawatir ini jika teman yang lain
sakit.
Seminggu
kemudian, Evan kembali masuksekolah dan dia terlihat baik-baik saja. Hal itu
mulai menghapuskan khekhawatiranku. Tiga tahun sekelas dengan Evan, aku belum
pernah berhasil mengalahkannya dalam
meraih peringkat pertama. Selain itu aku juga mulai merasakan keanehan yang
terjadi pada Evan. Dia sering sekali izin dan tidak masuk sekolah dalam waktu
yang cukup lama. Setiap kali aku dan teman-teman lain bertanya, dia selalu
gugup dan binging mencari alasan. Tapi aku b erharap dia akan baik-baik saja. Dan
perasaan yang pernah aku rasakan semakin kuat. Aku merasa senang dan nyaman bila
ada di dekatny. Aku rasa itu tidak wajar, sehingga aku buang jauh-jauh perasaan
itu.
Ujian telah
selesai, saatnya berpisah dengan teman-teman dan guru yang aku sayangi. Dalam hati
aku berharp bisa bertemu dengan Evan lagi. Aku berhasil masuk di SMA faforit di
kotaku. Selain itu, aku satu sekolahdan satu kelas dengan Evan. Hatiku sungguh
bahagia. Sebenarnya aku tidak heran Evan bisa masuk ke sekolah dan ke kelas
unggulan ini. Dia kan salah satu murid berprestasi dna selalu bisa
mengalahkanku. Teman-teman di kelasku sungguh abaik, terutama Evan. Mungkin
karena kami kenal cukup lama, sehingga Evan begitu baik padaku.setahun sekolah
di siniEvan masih menunjukkan keanehan seperti di SMP. Karena khawatir dan
penasaran ketika lagi-lagi Evan tidak masuk sekolah. Setelah pelajaran usai aku
segera menuji rumah Evan. Sesampainay disana, pembantu Evan membukakan pintu
untukku. Pembantu Evan bilang bahwa Evan dan mamanya sekarang ada di rumah
sakit. Karena khawatir, aku meminta izin untuk menunggu hingga Evan datang. Ketika
Evan datang bersma mamanya, sepertinya dia terkajut melihatku ada di rumahnya. Aku
akn memperkenalkan diri kepada mama Evan, ketika tiba-tiba mama Evan berkata “jadi
ini yang namanya Lily?”. Aku bingung, tapi Evan mengangguk dan mengajakku
menuju taman di samping rumahnya. Aku diam saja, karena aku yakin Evan akan
menjelaskan semuanya. Kemudian dia muali bercerita bahwa dia sebenarnya
memiliki penyakit jangtung sejak kecil. Sehingga dia harus chek up ke rumah
sakit dan mengkonsumsi banyak obat. Aku menangis mendengar hal itu, aku tidak
menyangka ternyata Evan begitu menderita. Tapi Evan hanya tersenyum dan berkata
padaku jangan khawatir. Sejak saat itu aku semakin dekat dengan Evan. Aku menemaninya
chek up ke dokter dan mengingatkan dia untuk meminum obatnya.
Malam ini
adalah hari ulang tahun Evan. Aku sudah menyiapkan kue ulang tahun untuknya. Sesampainya
di rumah Evan, mama Evan menyambutku dengan hangat dan menyuruhku menunggu di
ruang tamu. Evan bertanya “Sedang apa kamu di sini?”. Kemudian, tanpa berkata
apa-apa aku mengajaknya ke taman di samping rumahanya. Saat aku membuka kotak
kue yang kubawa dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun, Evan terlihat senang
dan terharu. Kemudian kami memakan kue itu berdua, dan Evan bilang kue buatanku
enak. Saat kulihat wajah Evan agak pucat, akau segera mengajak dia masuk ke
rumah. Manun tiba-tiba Evan pingsan, sehingga aku dan keluarga Evan segera
membawanya ke Rumah Skit. Kata dokter keadaan Evan sudah sangat parh. Dia harus
mendapatkan trasplantasi jantuk secepatnya. Jika tidak, maka nyawa Evan sudah
tidak bisa tertolong lagi. Aku menangis mendengar hal itu, malam ini aku duduk di samping ranjang
Evan untuk menjaganya bergantian dengan orangtua Evan. Tepat tengah malam, akau
meraskan tangan Evan bergerak. Evan melihat kepadaku dan tersenyum. Dia mengatakan
sesuatau yang selalu aku rasakan juga padanya. Dia berkata dia mencintaiku,
kemudian dia menyuruhku mengambil kotak merah di dalam tasnya. Saat kubuka, ternyata didalamnya terdapat
kalung yang liontinnya berukirkan namaku. Evan bangun dan memakaikan kalung itu
padaku. Air mataku tak bisa berhenti, ketika tiba-tiba Evan ambruk. Itulah saat
terakhir aku melihat dia membuka matanya.
Oleh : Die..
Oleh : Die..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar